KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DAN PERSEBARANNYA
KEANEKARAGAMAN
MAKHLUK HIDUP DAN PERSEBARANNYA
A.Biosfer
dan Makhluk Hidup
1.Biosfer
Biosfer
adalah zona tipis di bumi dan di atas permukaan bumi yang tidak lebih dari 20
km tebalnya. Sampai saat ini, bumi merupakan satu-satunya tempat di alam dunia
yang diketahui terdapat kehidupan dan tempat makhluk hidup melangsungkan segala
aktivitas hidupnya. Makhluk hidup itu selalu berinteraksi dengan lingkungannya,
yang terdiri dari lingkungan tak hidup (abiotik) dan lingkungan hidup (biotik).
Biosfer
terdiri dari sebagian lapisan atmosfer dan lapisan kulit bumi. Lapisan atmosfer
adalah merupakan lapisan udara di atas bumi membungkus bumi dengan gas-gas dan
terdiri dari 3 lapisan utama:
Ionosfer : (berada lebih
dari 80 km di atas muka bumi).
Stratosfer : (berada pada 16 – 80 km di atas
muka bumi).
Troposfer : (berada pada 0 – 16 km di
atas muka bumi).
Troposfer
adalah lapisan yang dinamis, di mana terdapat uap air yang dapat membentuk awan
dan hujan periodik. Sampai saat ini, baru diketahui bahwa makhluk hidup hanya
dapat beraktivitas di lapisan troposfer ini.
Lapisan
kulit bumi terdiri dari dua bagian:
Litosfer : merupakan bagian yang padat dari lapisan kulit bumi
Hidrosfer :
merupakan bagian yang cari dari lapisan kulit bumi
Seperti
diketahui, makhluk hidup tinggal dan beraktivitas di kedua lapisan kulit bumi
tersebut. Jadi makhluk hidup hanya dapat beraktivitas pada lapisan troposfer
dari atmosfer, hidrosfer dan litosfer. Oleh karena itu, ketiga lapisan tersebut
disebut dengan lapisan biosfer.
Sel Sebagai Unit Kehidupan
Sel merupakan unit kehidupan, baik dari segi struktural, pertumbuhan,
reproduksi, hereditas dan fungsional. Sel sebagai unit struktural maksudnya
adalah sel merupakan satuan terkecil penyusun tubuh organisme. Organisme
multiseluler, tubuhnya dibangun oleh banyak sel yang diperoleh dari pembelahan
mitosis berulang-ulang sebuah sel tunggal (monoseluler) yang disebut zigot.
Akibatnya organisme mengalami pertumbuhan. Oleh karena itu dikatakan sel
sebagai unit pertumbuhan. Zigot dihasilkan
dari
peleburan sel kelamin (sel benih) jantan dan betina. Karena dari sel kelamin
dapat dihasilkan individu baru, sel dikatakan juga sebagai unit produksi.
Masing-masing sel kelamin (sel kelamin jantan dan sel kelamin betina) membawa
materi genetik (genom) sebagai penentu sifat (karakter) yang akan diwariskan
kepada turunannya (individu baru). Sifat oleh karena itu sel dikatakan juga
sebagai unit hereditas. Di dalam masing-masing sel penyusun tubuh makhluk hidup
terselenggara semua aktivitas kehidupan, baik pada organisme uniseluler,
organisme yang selnya bergabung membentuk koloni dan pada organisme uniseluler.
Pada organisme uniseluler, seluruh aktivitas hidup dilaksanakan oleh sel tersebut.
Pada organisme yang berbentuk koloni belum tampak diferensiasi fungsi yang
jelas dari masing-masing sel penyusun koloninya. Sedangkan organisme
multiseluler terdapat diferensiasi fungsi untuk menjalankan aktivitas
kehidupan. Komposisi kimiawi sel yang spesifik, kemampuan melaksanakan
metabolisme, reproduksi, tumbuh menjadi besar, tanggap terhadap rangsang dan
berdaur hidup adalah hal-hal yang membedakan organisme dengan benda mati.
Agar
dapat melaksanakan seluruh aktivitas hidup, sel harus memiliki bagian-bagian
utama, yaitu membran plasma, protoplasma (cairan sel atau sitoplasma dengan
seluruh organel-organel sel yang terdapat di dalamnya), dan nukleus yang
mengandung materi genetik (genom).
2.Reproduksi Sel dan Makhluk Hidup
1.Reproduksi
Sel
Reproduksi
sel dapat diartikan sel memperbanyak diri, baik yang terjadi pada organisme
tingkat sel (uniseluler) maupun yang terjadi pada sel-sel penyusun tubuh
organisme multiseluler.
Reproduksi
sel dapat dibedakan atas: amitosis dan meiosis. Amitosis adalah
pembelahan langsung tanpa melalui tahapan. Pada amitosis, mula-mula nukleus
membelah kemudian diikuti pembagian sitoplasma dari sel induk, dan dari satu
sel induk bisa terbentuk dua sel baru
atau lebih. Mitosi adalah pembelahan sel melalui beberapa tahapan utama
yaitu: profase, metafase, anafase dan telofase. Mitosis ditujukan untuk
memperbanyak sel, biasanya terjadi pada proses pertumbuhan individu dan
perbaikan (pengganti) sel-sel tubuh yang rusak. Pembelahan mitosis akan
menghasilkan sel anak yang merupakan duplikat sel induknya, dimana jumlah dan
kandungan kromosom sel anak dipertahankan sama seperti jumlah dan kandungan
kromosom sel induknya, dan dari satu sel induk dihasilkan dua sel anak. Meiosis
adalah pembelahan sel yang bersifat reduksi dari sel yang diploid menjadi
sel haploid (terjadi penurunan jumlah kromosom sel anak menjadi setengah jumlah
kromosom sel induknya), dan dari satu sel induk menjadi empat sel anak. Meiosis
terdiri dari dua tahap pembelahan yaitu meiosis I dan meiosis II. Meiosis I
terdiri dari profase I yang terbagi lagi menjadi 5 fase yaitu leptonema,
zygonema, pakhinema, diplonema, dan diakinesis. Pada profase I ini terjadi
peristiwa crossing over yang berakibat keragaman genetik pada sel anak
(gamet). Akibatnya variasi individu yang dihasilkan dari peleburan gamet jantan
dan gamet betina sangat banyak. Metafase I, anafase I dan telofase I adalah
mekanisme pemisahan kromosom yang homolog dan menghasilkan 2 sel anak dengan
kromatid diad. Miosis II terdiri dari profase II, metafase II, anafase II dan
telofase II dan merupakan mekanisme pemisahan kromatid diad serta menghasilkan
4 sel anak dengan kromosom haploid. Meiosis terjadi pada proses pembentukan sel
kelamin pada sistem reproduksi bagi individu yang bereproduksi secara seksual.
b. Reproduksi Makhluk Hidup
Bagi
setiap makhluk hidup, ada saatnya dimana kemampuan untuk melaksanakan
metabolisme, pertumbuhan, dan daya tanggapnya terhadap rangsang tidak memadai
lagi untuk mempertahankan organisasinya yang rumit terhadap kekuatan-kekuatan
lain. Serangan pemangsa, parasit, kelaparan, faktor lingkungan yang ekstrim,
atau proses menua (aging) dapat mematikan makhluk hidup. Oleh karena
itu, sebelum makhluk hidup menghasilkan individu baru melalui proses
reproduksi.
Proses
yang dilakukan oleh makhluk hidup untuk menghasilkan individu baru (keturunan)
dari jenisnya dinamakan reproduksi (perkembangbiakan). Tujuan reproduksi adalah
untuk mempertahankan kelestarian suatu spesies (jenis) makhluk hidup.
Banyak
cara reproduksi yang dilakukan oleh organisme. Cara-cara reproduksi
tersebut dikelompokkan atas: 1) reproduksi aseksual (vegetatif), dan 2)
reproduksi seksual (generatif).
Reproduksi
aseksual adalah jenis reproduksi yang dilakukan oleh suatu organisme dengan
melibatkan sel tubuh saja tanpa melibatkan sel kelamin. Pada hewan,
perkembangbiakan seperti ini umumnya hanya dijumpai pada hewan rendah, misalnya
paramaecium, amoeba, dan euglena dengan membelah diri; hydra dan ubur-ubur
dengan bertunas; bintang laut dan planaria dengan fragmentasi. Pada tumbuhan
reproduksi aseksual dilakukan oleh tumbuhan rendah sampai tumbuhan tinggi;
misalnya membentuk spora pada algae dan lumut; tunas, umbi, rizoma pada
tumbuhan tinggi.
Reproduksi
seksual adalah perkembangbiakan makhluk hidup yang melibatkan sel kelamin
(gamet). Dengan demikian, yang dimaksud reproduksi seksual bukan hanya
perkembangbiakan melalui perkawinan (peleburan sel kelamin jantan dan betina)
saja, tetapi partenogenesis pun termasuk di dalamnya. Partenogenesis adalah
reproduksi seksual dimana gamet betina (ovum) tumbuh menjadi embrio tanpa
menyatu dengan gamet jantan (sperma). Partenogenesis ini dijumpai pada lebah,
semut, lalat buah, dan lain-lain. Konyugasi pun dimasukkan ahli ke dalam jenis
reproduksi seksual.
Selain
reproduksi yang berlangsung secara alami, kita kenal pula ada reproduksi
buatan, baik yang dilakukan secara in vivo maupun in vitro.
Reproduksi buatan biasanya dilakukan oleh manusia untuk meningkatkan
kesejahteraannya. Misalnya reproduksi buatan yang dilakukan pada tumbuhan dan
hewan ternak.
1) Reproduksi Alami pada Hewan
Hewan
dapat melakukan reproduksi aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual pada hewan
sedikit terjadi jika dibandingkan dengan tumbuhan, dan hanya terbatas pada
hewan tingkat rendah, yaitu dengan cara pembelahan sel, pertunasan (“budding”),
dan fragmentasi.
-Pembelahan:
Terjadi pada hewan bersel satu (Protozoa), misalnya amoeba, paramaecium, dan
euglena.
- Pertunasan
(budding): Terjadi pada Hydra sp, ubur-ubur, dan lain-lain.
Keturunan baru berkembang dari tunas yang tumbuh pada tubuh induk. Pada
beberapa spesies, misalnya ubur-ubur dan Hydra
sp, tunas akan lepas dan dapat hidup bebas. Pada koral, tunas tetap terikat
pada tubuh induk dan menyebabkan terjadinya koloni.
-
Fragmentasi: Terjadi pada beberapa jenis cacing (misalnya planaria), bintang
laut, ular, dan lain-lain. Pada beberapa jenis cacing, setelah tubuh mencapai
ukuran normal (dewasa), secara spontan cacing tersebut terbagi-bagi menjadi
delapan atau sembilan bagian. Setiap bagian akan berkembang menjadi cacing
dewasa dan proses ini terulang kembali.
Reproduksi
seksual merupakan cara reproduksi pada hampir semua hewan mulai hewan tingkat
rendah sampai hewan tingkat tinggi. Reproduksi seksual melibatkan kelenjar
kelamin (gonad) untuk menghasilkan gamet jantan (sperma) dan gamet betina (ovum
atau sel telur). Pada umumnya reproduksi seksual terjadi melalui penyatuan
sperma dan ovum saat berlangsungnya pembuahan (fertilisasi), walaupun pada
partenogenesis ovum dapat berkembang menjadi individu baru tanpa fertilisasi.
Sperma memiliki bentuk dan ukuran yang jauh berbeda dengan ovum sehingga
disebut heterogamet.
2) Reproduksi Alami pada Tumbuhan
Sebagaimana
yang terjadi pada hewan, tumbuhan juga melakukan reproduksi aseksual dan
seksual. Bedanya, pada tumbuhan, semua tingkatan mulai dari tumbuhan tingkat
rendah sampai tumbuhan tingkat tinggi mampu melakukan reproduksi aseksual
maupun seksual. Pada tumbuhan, fertilisasi dan meiosis membagi kehidupan
individu menjadi dua fase atau generasi, yaitu generasi gametofit mulai dengan
spora yang dihasilkan saat meiosis. Spora ini haploid dan semua sel yang
diturunkannya juga haploid. Diantara sel-sel yang dihasilkan generasi sporofit
mulai dengan zigot yang diploid, semua sel yang berasal dari sini yang
berkembang dengan cara mitosis juga diploid. Akhirnya sel-sel tertentu akan
menjalani meiosis sehingga terbentuk spora-spora, pertanda dimulai kembali
generasi gametofit.
3) Reproduksi Buatan
Reproduksi
buatan umumnya sengaja dilakukan oleh manusia untuk menunjang kesejaheraanya.
Reproduksi buatan ini dapat dilakukan secara in vivo maupun in vitro.
Reproduksi vegetatif buatan sangat banyak dilakukan manusia pada tumbuhan,
misalnya memperbanyak tanaman dengan stek, cangkok, menyambung, menempel, dan
lain-lain. Kesemua cara ini ditujukan agar tanaman berproduksi dalam waktu yang
cepat dan kualitas baik.
Pada
hewan ternak, reproduksi buatan in
vivo dilakukan dengan mempertemukan gamet jantan dan betina tetap dalam
tubuh hewan betina, tetapi dengan metode kawin suntik. Pada proses ini, sperma
dari hewan jantan yang kita inginkan ditransfer ke dalam saluran
kelamin hewan betina yang
sedang birahi dengan sejenis alat yang mempunyai jarum suntik, sehingga disebut
kawin suntik.
Pada
reproduksi buatan in vitro
(yang sangat dikenal dengan bayi tabung pada manusia), reproduksi dilakukan
dengan cara menyatukan gamet jantan dan gamet betina di luar tubuh hewan yang
bersangkutan, yang biasanya digunakan cawan petri, karena itulah disebut in vitro yang secara harfiah
artinya di dalam gelas (cawan). Setelah terjadi pembuahan dalam cawan, embrio
dibiarkan berkembang sampai stadium blastula, kemudian ditransfer ke dalam
rongga uterus (rahim) ibu. Di dalam rahim itu embrio berkembang, berimplantasi,
dan menjadi individu baru seperti pada kehamilan biasa. Teknik seperti ini
sering disebut bayi tabung.
3) Reproduksi Buatan
Reproduksi
buatan umumnya sengaja dilakukan oleh manusia untuk menunjang kesejaheraanya.
Reproduksi buatan ini dapat dilakukan secara in vivo maupun in vitro.
Reproduksi vegetatif buatan sangat banyak dilakukan manusia pada tumbuhan,
misalnya memperbanyak tanaman dengan stek, cangkok, menyambung, menempel, dan
lain-lain. Kesemua cara ini ditujukan agar tanaman berproduksi dalam waktu yang
cepat dan kualitas baik.
Pada
hewan ternak, reproduksi buatan in
vivo dilakukan dengan mempertemukan gamet jantan dan betina tetap dalam
tubuh hewan betina, tetapi dengan metode kawin suntik. Pada proses ini, sperma
dari hewan jantan yang kita inginkan ditransfer ke dalam saluran kelamin hewan
betina yang sedang birahi dengan sejenis alat yang mempunyai jarum suntik,
sehingga disebut kawin suntik.
Pada
reproduksi buatan in vitro (yang
sangat dikenal dengan bayi tabung pada manusia), reproduksi dilakukan dengan
cara menyatukan gamet jantan dan gamet betina di luar tubuh hewan yang
bersangkutan, yang biasanya digunakan cawan petri, karena itulah disebut in vitro yang secara harfiah
artinya di dalam gelas (cawan). Setelah terjadi pembuahan dalam cawan, embrio
dibiarkan berkembang sampai stadium blastula, kemudian ditransfer ke dalam
rongga uterus (rahim) ibu. Di dalam rahim itu embrio berkembang, berimplantasi,
dan menjadi individu baru seperti pada kehamilan biasa. Teknik seperti ini
sering disebut bayi tabung.
B. Asal Mula Kehidupan dan Evolusi Makhluk Hidup di Bumi
1. Hipotesis tentang Asal Mula Kehidupan
Pertanyaan
mengenai bagaimana kehidupan pertama dimulai di bumi masih menjadi pendebatan
dari dahulu sampai sekarang. Aristoteles 3,5 abad sebelum masehi mengemukakan
teori abiogenesis yang
menyatakan bahwa makhluk hidup muncul secara spontan dari benda mati (generatio spontanea). Penemuan jasad
renik oleh Anthonie Van Leeuwenhoek abad ke 17 pada air rendaman jerami
dianggap oleh pendukungnya sebagai bukti pendukung teori abiogenesis. Teori ini
ditentang oleh Francesco Redi, Lazzaro Spallanzani dan Louis Pasteur dengan
teori biogenesis, yang
meyakini bahwa makhluk hidup berasal dari makhluk hidup yang telah ada
sebelumnya. Hasil penelitian yang mereka lakukan mengungkapkan bahwa: setiap
kehidupan berasal dari telur (omme
visum ex ovo), setiap telur berasal dari kehidupan sebelumnya (omne ovum ex vivo), dan setiap
kehidupan berasal dari kehidupan sebelumnya (omne vivum ex vivo).
Skenario
hipotesis, organisme pertama merupakan produk suatu evolusi kimiawi yang
terdiri dari tahapan-tahapan berikut:
Sintesis abiotistas hidup dan akumulasi molekul organik kecil atau monomer seperti asam amino dan nukleoida.
Sintesis abiotistas hidup dan akumulasi molekul organik kecil atau monomer seperti asam amino dan nukleoida.
2.Penyatuan
monomer-monomer menjadi polimer, termasuk protein dan asam nukleat (DNAdanRNA).
3.Segregasi
molekul-molekul tersebut menjadi droplet (tulisan) yang disebut dengan
protobion.
4.Protobion asal mula
hereditas untuk menjalankan fungsi kehidupan.
Evolusi
kimia ini didukung dengan postulat dari Oparin dan J.B.S. Haldane, bahwa bumi
primitif mendukung terjadinya reaksi kimia untuk mensintesis senyawa organik
yang berasal dari prekursor organik yang terdapat pada atmosfer dan lautan
purbakala. Atmosfer pereduksi (penambah elektron) semacam itu meningkatkan
penggabungan molekul sederhana untuk membentuk moleku komplek.
Pada
tahun 1953 Stanley Miller dan Harold Urey menguji hipotesis Oparin-Haldane
dengan percobaan di laboratorium. Keadaan percobaan dibuat sesuai dengan
keadaan bumi purbakala. Atmosfer dalam model Miller-Urey terdiri dari H2O,
H2, CH4 (metana) dan NH3 (amoniak), yang
diyakini banyak terdapat di dunia purbakala. Percobaan mereka menghasilkan
berbagai jenis asam amino dan senyawa organik lainnya.
Banyak
laboratorium mengulangi percobaan Miller-Urey dengan menggunakan berbagai jenis
campuran sebagai susunan atmosfer. Banyak pula saintis yang meragukan bahwa
kondisi atmosfer purbakala berperan penting dalam reaksi kimia purbakala.
Banyak
diantara ahli biologi sekarang membayangkan suatu “dunia RNA”, suatu periode
awal dalam evolusi kehidupan ketika molekul RNA berfungsi sebagai gen yang
belum sempurna dan sebagai katalis organik. Beberapa saintis telah menguji
beberapa hipotesis mengenai RNA yang bereplikasi sendiri. Polimer pendek
ribonukleotida telah dihasilkan secara abiotik dalam percobaan di dalam
laboratorium.
Protobion
tumbuh dan membelah membagikan salinannya kepada keturunan, keturunannya akan
beranekaragam karena adanya mutasi dalam penyalinan RNA. Evolusi dalam
pengertian Darwinian yang sesungguhnya keberhasilan reproduktif yang berbeda
pada individu yang berbeda, agaknya mengumpulkan banyak perbaikan pada
metabolisme primitif dan pewarisan. Salah satu tren mengarah ke RNA sebagai
materi hereditas. Pada mulanya, RNA dapat menyediakan cetakan tempat perakitan
nukleotida DNA. Akan tetapi DNA merupakan tempat penyimpanan informasi genetik
yang lebih stabil dari RNA, dan begitu DNA muncul, molekul RNA menulis peranan
barunya sebagai perantara dalam translasi (perterjemahan) kodegenetik. “Dunia
RNA” membuka jalan bagi “dunia DNA”.
Perdebatan
mengenai asal mula kehidupan di bumi sangat banyak, dengan cara apapun bahan
kimia prebiotik berakumulasi membentuk polimer dan akhirnya bereproduksi di
bumi, lompatan dari satu kumpulan molekul menjadi sel-sel prokariotik yang
paling sederhana merupakan suatu peristiwa yang sangat besar dan perubahan
pastilah telah terjadi dalam banyak tahapan evolusi yang lebih kecil. Kita
mengetahui melalui bukti fosil bahwa prokariotik sudah mulai mengalami
pertumbuhan sekitar 3,5 miliar tahun silam dan semua garis keturunan muncul
dari prokariotik kuno tersebut.
2. Proses Evolusi Makhluk Hidup di Bumi
Beberapa
episode utama dalam sejarah kehidupan yang penentuan waktu kejadiannya
berdasarkan pada bukti fosil dan analisis molekuler menunjukkan perubahan
makhluk hidup dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang lebih kompleks dan
bervariasi terjadi karena DNA mengalami perubahan kode genetik (mutasi). Kode
genetik yang paling sesuaid keadaan lingkungan akan mendapat peluang yang lebih
baik untuk berkembang. Organisasi yang dapat bertahan hidup di lingkungan
tertentu disebut dengan adaptasi. Makhluk hidup yang mampu beradaptasi terhadap
lingkungan hidupnya dapat mengembangkan populasinya, sedangkan yang tidak mampu
beradaptasi akan punah inilah yang disebut dengan seleksi alamiah (natural
selection).
Kehidupan
dimulai sangat dini dalam sejarah bumi, dan organisme pertama merupakan nenek moyang
dari keanekaragaman biologis yang kita lihat saat ini. Organisme makroskopis
dan multiseluler terutama tumbuhan dan hewan serta manusia berasal dari
organisme mikroskopis dan uniseluler (bersel tunggal).
Dari
sejarah kehidupan di bumi, diperkirakan bumi dibentuk 4,5 milyar tahun silam.
Kehidupan di bumi diperkirakan bermula antara 3,5 – 4.0 miliar tahun silam.
Setelah bumi cukup dingin muncul kehidupan pertama sekitar 3,8 miliar tahun
silam yang dibuktikan dengan isotop karbon hasil aktivitas metabolis organisme
dalam batuan yang berumur 3,8 miliar tahun silam di Greenland (tanah hijau di
kutup Utara), yang diperkirakan oleh saintis adalah organisme prokariotik.
Organisme prokariotik berfilamen berumur 3,5 miliar tahun silam, fosilnya
ditemukan di Afrika Selatan dan Australia Barat. Kehidupan prokariotik purba
ini ditemukan pada batuan yang disebut stromatolit (bahasa Yunani: stroma
= tempat tidur, dan lithos = batu). Stromatolit adalah kubah
bergaris-garis yang tersusun dari batuan sedimen. Fosil tersebut saat ini
merupakan fosil organisme hidup tertua yang diketahui. Namun demikian fosil
yang terdapat di Australia Barat tampak seperti organisme fotosintetik, yang
mungkin merupakan organisme penghasil oksigen. Jika demikian halnya, maka
mungkin kehidupan telah berkembang jauh sebelum organisme ini hidup,
kemungkinan sekitar 4,0 miliar tahun silam.
Sekitar
2,5 miliar tahun silam produksi oksigen (O2) oleh prokariotik
primitif dan menciptakan atmosfer aerob yang memulai suatu tahapan untuk
evolusi kehidupan aerob. Sementara evolusi prokariotik terus berlanjut,
beberapa organisme mampu menggunakan oksigen untuk metabolisme makhluk organik
atau (siano bakteri fotosintetik). Sekitar 1,7 miliar tahun silam sel
eukariotik telah berevolusi dari komunitas prokariota. Organisme multiselule
muncul sebelum hewan tertua muncul di sekitar 500 juta tahun silam dan evolusi
terus terjadi seiring dengan pergeseran benua. Zaman keemasan reptil, tumbuhan
berbunga dan mamalia ada pada zaman mesozoikum dan awal senozoikum. Akhirnya,
makhluk hidup dengan segala kompleksitas struktur tubuh dan beranekaragam
spesies seperti yang kita lihat sekarang ini diduga terjadi akibat proses
evolusi dalam waktu yang sangat panjang. Manusia berada pada puncak evolusi
makhluk hidup
C. Keanekaragaman Makhluk Hidup
1. Penyebab Keanekaragaman Makhluk Hidup
Tidak
ada makhluk hidup di alam ini yang persis sama satu dengan yang lain jika
dilihat dari sifat atau karakter yang tampak maupun dari sifat atau karakter
yang tidak tampak. Masing-masing individu dalam suatu jenis (spesies)
memperlihatkan perbedaan bentuk tubuh, warna, ukuran, kecerdasan, dan
lain-lain. Bahkan individu-individu yang berasal dari induk yang sama, juga
menunjukkan perbedaan sifat. Apalagi jika dibandingkan individu yang berbeda jenisnya.
Semua ini menunjukkan adanya keanekaragaman makhluk hidup. Pertanyaan yang
muncul adalah: Mengapa terjadi keanekaragaman makhluk hidup? Apakah makhluk
hidup yang beranekaragam ini berasal dari nenek moyang yang sama? Para ahli
telah mencoba mencari jawaban atas pertanyaan tersebut. Bahkan telah mencoba
pula menyusun hipotesis tentang bagaimana munculnya makhluk hidup yang
beranekaragam tersebut.
Menurut
para ahli, keanekaragaman makhluk hidup seperti yang kita lihat sekarang ini
terbentuk dari proses evolusi. Ketika bumi baru saja terbentuk, yang terjadi
adalah proses evolusi yang lebih besar, yang kemudian memunculkan sel pertama (ancestor
cell). Setelah dalam waktu yang cukup lama dalam sejarah evolusi, dari sel
pertama ini kemudian memunculkan organisme multiseluler pada awal era
Paleozoikum. Proses evolusi makhluk hidup berlanjut seiring dengan perubahan
iklim dan pergeseran benua. Pada akhirnya sebagai hasil proses evolusi,
bermunculanlah beranekaragam makhluk hidup. Zaman keemasan Reptilia, Tumbuhan
Berbunga, dan Mammalia terjadi pada akhir era Mesozoikum (Mesozoic) dan
awal era Senozoikum (cenozoic).
Walaupun
Charles Robert Darwin mencetuskan evolusi sebagai suatu teori yang menyebabkan
makhluk hidup berubah dan menjadi beraneka ragam melalui proses seleksi alam
dalam waktu yang sangat lama, namun ia belum mengetahui tentang DNA dan
mekanisme pewarisannya. Namun demikian diketahui bahwa variasi yang ada pada
individu bersifat genetis. Kemudian diketahui bahwa sumber terjadinya variasi
adalah mutasi, yaitu perubahan susunan kimiawi DNA yang berlangsung sedikit
demi sedikit dan memakan waktu lama. Mutasi memodifikasi DNA dan menyebabkan
terjadinya spesies baru (spesiasi). Jadi mekanisme evolusi adalah akumulasi
perubahan secara bertahap dalam kurun waktu lama, sampai suatu kelompok
organisme cukup nyata berbeda dari kelompok asalnya sehingga dapat disebut
sebuah spesies baru. Hal tersebut dapat terjadi bila ada penghalang fisik yang
memisahkan suatu populasi induknya (yang akan menghasilkan spesiasi alopatrik),
atau gene pools mereka menjadi terpisah akibat adanya variasi
lingkungan (yang akan menghasilkan spesiasi parapatrik). Pola evolusi
dikenal dengan evolusi divergen (bila dua atau lebih spesies berevolusi dari
sebuah leluhur yang sama), dan evolusi konvergen (bila evolusi organisme yang
berasal dari leluhur yang berbeda, beradaptasi pada lingkungan hidup yang
sama).
Keanekaragaman
makhluk hidup menunjukkan totalitas variasi gen, jenis dan ekosistem yang
dijumpai di suatu daerah. Keanekaragaman makhluk hidup menyatakan terdapatnya
berbagai macam variasi bentuk, penampilan, jumlah, dan sifat-sifat lain yang
terlihat pada tingkat yang berdeda-beda. Keanekaragaman makhluk hidup meliputi
berbagai macam aspek seperti ciri-ciri morfologi, anatomi, fisiologi, dan
tingkah laku makhluk hidup yang selanjutnya akan menyusun suatu ekosistem
tertentu. Keanekaragaman makhluk hidup tidak hanya terjadi antar jenis tetapi
juga di dalam satu jenis. Keanekaragaman antar jenis misalnya antara bawang
merah dengan bawang putih, sedangkan keanekaragaman dalam satu jenis misalnya
antara varietas padi, padi Jawa, padi Cianjur dan lain-lain.
2. Pengelompokan (Klasifikasi Makhluk Hidup)
Untuk
mengetahui ciri-ciri morfologi, anatomi, fisiologi, perilaku atau ciri-ciri
lainnya dari makhluk hidup, langkah pertama yang harus dilakukan adalah
identifikasi yaitu menentukan nama ilmiah dan kelompok makhluk hidup sesuai
dengan Kode Tata Nama Internasional. Identifikasi merupakan kegiatan utama
klasifikasi, dengan klasifikasi keanekaragaman hayati makhluk hidup dapat
dipelajari dan dipahami dengan lebih mudah dan utuh.
Klasifikasi
makhluk hidup dapat dilakukan melalui 3 cara yaitu sistem buatan (artifisial),
sistem alamiah dan sistem filogenetik. Sistem buatan yaitu pengelompokan
makhluk hidup yang didasarkan lebih banyak kepada ciri-ciri morfologi atau
habitatnya, tetapi penggunaan ciri-ciri alami masih terbatas sehingga
kelompok-kelompok yang dihasilkan juga terbatas. Contoh:
Klasifikasi oleh
Aristoteles yang mengelompokkan tumbuhan berdasarkan habitat dan
Klasifikasi oleh Carolus Linnaeus yang mengelompokkan tumbuhan menurut jumlah benang sari, yaitu: monandrie (1 benang sari), diandrie (2 benang sari) dan seterusnya.
Klasifikasi oleh Carolus Linnaeus yang mengelompokkan tumbuhan menurut jumlah benang sari, yaitu: monandrie (1 benang sari), diandrie (2 benang sari) dan seterusnya.
Sistem
alam menghendaki terbentuknya takso-takson yang alami, takson yang terbentuk
mencakup anggota-anggota yang sewajarnya dikehendaki alam. Dasar yang digunakan
adalah banyak sedikitnya persamaan sifat/ciri morfologi, selanjutnya sifat
anatomi, fisiologi atau sifat-sifat lainnya.
Sistem
filogenetik (pertengahan abad 19), selain menunjukkan persamaan-persamaan
ciri-ciri morfologi, anatomi atau sifat-sifat lain (seperti pada sisem alam).
Klasifikasi juga mencerminkan perkembangan (dari sederhana ke yang lebih maju)
serta jauh dekatnya hubungan kekerabatan antar takson. Takson adalah tingkatan
dalam klasifikasi makhluk hidup. Urutan takson tertinggi sampai kepada takson
terendah adalah: Kingdom, Filum (untuk hewan) atau Divisio (untuk tumbuhan),
Kelas, Ordo, Famili, Genus, Spesies. Pada awalnya makhluk hidup hanya
dikelompokkan ke dalam 2 kingdom saja, yaitu Animalia (hewan) dan Plantae
(tumbuhan). Tetapi sekarang, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dalam
biologi, makhluk hidup dikelompokkan menjadi 5 kingdom, Yaitu: Monera,
Protista, Fungi, Plantae dan Animalia. Kingdom monera terdiri dari organisme
prokariotik, yaitu kelompok makhluk hidup bersel satu (uniseluler) dan tidak
memiliki inti yang nyata (nukleus). Contohnya adalah bakteri dan alga biru.
Kingdom Protista meliputi organisme bersel tunggal yang inti (nukleus) sudah
nyata. Contohnya adalah protofita (mikroalga) dan protozoa. Kingdom fungi
adalah kelompok makhluk hidup eukariotik yang mirip dengan tumbuhan tetapi
tidak mampu melakukan fotosintesis (non-fotosintetik). Kelompok Fungi terdiri
atas mikrofungi (fungi uniseluler) dan makrofungi (fungi multiseluler).
Contoh dari mikrofungi adalah khamir atau ragi (yeast). Kapang (mold)
dan cendawan (mushroom) adalah contoh makrofungi. Kadang-kadang Fungi
bersimbiosis dengan Algae membentuk lutut kerak (lichens). Kingdom
Plantae adalah organisme eukariotik multiseluler yang mampu melakukan
fotosintesis karena memiliki zat hijau daun (klorofil). Ke dalam kelompok
Plantae termasuk makroalgae, lumut, paku, dan tumbuhan berbiji. Diduga kelompok
Plantae berevolusi dari algae hijau berfilamen yang menyerbu daratan sekitar
400 juta tahun yang lalu. Kingdom Animalia merupakan kelompok hewan dengan
ciri-ciri tubuh bersel banyak dan eukariotik yang tidak mampu mengolah makanan
sendiri dari bahan anorganik. Oleh karena itu sangat tergantung kepada
tumbuhan, sehingga kelompok ini disebut heterotrof
D. Persebaran Makhluk Hidup
Biogeografi
adalah ilmu yang mempelajari tentang persebaran organisme di muka bumi. Studi
tentang penyebarn spesies menunjukkan, spesies-spesies berasal dari suatu
tempat, namun selanjutnya menyebar ke berbagai daerah. Organisme tersebut
kemudian mengadakan diferensiasi menjadi subspesies baru dan spesies yang cocok
terhadp daerah yang ditempatinya. Persebaran organisme di bumi dipengaruhi oleh
faktor: 1) Lingkungan, 2) Sejarah geologi, dan 3) Penghambat Fisik.
1. Faktor
Lingkungan
Dua faktor lingkunganutama yang berpengaruh terhadp persebaran makhluk hidup adalah faktor abiotik (daratan, perairan, dan lintang geografis) dan biotik (tumbuhan, hewan dan jasad renik (mikroorganisme).
Dua faktor lingkunganutama yang berpengaruh terhadp persebaran makhluk hidup adalah faktor abiotik (daratan, perairan, dan lintang geografis) dan biotik (tumbuhan, hewan dan jasad renik (mikroorganisme).
2. Faktor Sejarah Geologi
Kira-kira
200 juta tahun yang lalu, yaitu pada periode jurasik awal, benua-benua
utama bersatu dalam superbenua (supercontinent) yang disebut Pangaea.
Hipotesis ini disampaikan seorang ilmuwan Jerman. Alfred Weneger pada tahun 1915.
hipotesis ini disampaikan lewat bukunya yang berjudul Asal-usul Benua-benua
dan Lautan.
Pada
awal tahun 1960-an, bukti-bukti mengenai pergerakan/pergeseran benua (continental
drift) berhasil ditemukan. Benua-benua yang tergabung dalam Pangea mulai memisah
secara bertahap. Terbukanya laut Atlantik Selatan dimulai kira-kira 125-130
juta tahun lalu, sehingga Afrika dan Amerika Selatan bersatu secara
langsung. Namun, Amerika Selatan juga telah bergerak perlahan ke Amerika Barat
dan keduanya dihubungkan tanah genting Panama. Ini terjadi kira-kira 3,6 juta
tahun yang lalu. Saat “jembatan” Panama terbentuk secara sempurna, beberapa
hewan dan tumbuhan dari Amerika Selatan termasuk Oposum dan Armadillo
bermigrasi ke Amerika Barat. Pada saat yang bersamaan beberapa hewn dan
tumbuhan dari Amerika Barat seperti oak, hewan rusa, dan beruang bermigrasi ke
Amerika Selatan. Jadi perubahan posisi baik dalam skala besar maupun kecil
berpengaruh besar dalam pola distribusi organisme, seperti yang kita saksikan
saat ini. Contoh lain adalah burung-burung yang tidak dapat terbang, misalnya
ostriks, rhea, emu, kasuari dan kiwi terlihat memiliki divergensi percabangan
sangat awal dalam perjalanan evolusi dari semua kelompok burung lainnya.
Akibatnya terjadilah subspesies tadi.
Australia
adalah contoh yang sesuai untuk mengetahui bagaimana gerakan benua-benua
memengaruhi sifat dan distribusi organisme. Sampai kira-kira 53 juta tahun
lalu, Australia dihubungkan dengan Antartika. Hewan khas Australi, yaitu
mamalia berkantung (marsupialia), yang ada pula meski sedikit di Amerika
Selatan, secara nyata terlihat sudah bergerak di antara kedua benua ini lewat
Antartika.
3. Faktor Penghambat Fisik
Faktor
penghambat fisik disebut juga penghalang geografi atau barrier (isolasi
geografi) seperti daratan (land barrier), perairan (water barrier),
dan penggentingan daratan (isthmus). Contohnya adalah: gunung yang
tinggi, padang pasir, sungai atau lautan membatasi penyebaran dan kompetisi
dari suatu spesies. Contoh kasusnya adalah terjadinya subspesies burung finch
di kepulauan Galapagos akibat isolasi geografis. Di kepulauan tersebut, Charles
Darwin menemukan 14 spesies burung finch yang diduga berasal dari satu jenis
burung finch dari Amerika Selatan. Perbedaan burung finch tersebut akibat keadaan
lingkungan yang berbeda. Perbedaannya terletak pada ukuran dan bentuk paruhnya.
Perbedaan ini ada hubungannya dengan jenis makanan.
4. Persebaran Tumbuhan dan Hewan
Garis
lintang bumi (lattude) menunjukkan terdapatnya 4 wilayah iklim di bumi,
yaitu tropis, subtropis, dingin, dan kutub. Perbedaan iklim tersebut, selain
jenis tanahnya akan memberikan perbedaan jenis tumbuhan yang hidup di sana
karena faktor adaptasi dengan lingkungan. Dengan ketinggian lahan dari
permukaan laut sampai ke puncak gunung yang paling tinggi (altitude)
juga menunjukkan perbedaan iklim yang mirip, yang menyebabkan pada dataran
rendah sampai ke dataran tinggi didiami oleh tumbuhan yang berbeda-beda.
Pada
persebaran hewan lebih ditentukan oleh letak/wilayah geografis (zoogeografis).
Di bumi, daerah persebaran hewan (zoogeografi) dibedakan menjadi enam lokasi
berdasarkan persamaan fauna, yaitu: 1) Palearktik (palearctic) yang
meliputi Asia sebelah utara Himalaya, Eropa dan Afrika, dan Gurun Sahara
sebelah Utara, 2) Nearktik (nearctic) yaitu Amerika Utara, 3) Neotropis
(neotropical) yaitu Amerika Selatan bagian tengah, 4) Oriental meliputi
Asia dan Himalaya bagian Selatan; 5) Etiopia (ethiopian) yaitu Afrika,
dan 6) Australia (australian) meliputi Australia dan pulau-pulau sekitarnya.
Penyebab
hilangnya keaneragaman hayati:
Hilangnya
Keanekaragaman Hayati
Berkurangnya keanekaragaman hayati menunjukkan ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia dan kapasitas alam. Penyebab hilangnya keanekaragaman hayati antara lain sebagai berikut :
Fragmentasi dan hilangnya habitat.
Introduksi spesies.
Eksploitasi berlebihan pada spesies hewan dan tumbuhan.
Pencemaran tanah, air, dan udara.
Perubahan iklim global.
Industrialisasi kehutanan dan pertanian.
Konservasi Keanekaragaman Hayati
Pemanfaatan sumber daya hayati yang secara terus-terusan secara tidak seimbang dapat mengakibatkan hilangnya habitat, rusaknya ekosistem, dan menipisnya plasma nutfah. Hal ini dapat dicegah dengan cara :
1.Cagar budaya.
Berkurangnya keanekaragaman hayati menunjukkan ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia dan kapasitas alam. Penyebab hilangnya keanekaragaman hayati antara lain sebagai berikut :
Fragmentasi dan hilangnya habitat.
Introduksi spesies.
Eksploitasi berlebihan pada spesies hewan dan tumbuhan.
Pencemaran tanah, air, dan udara.
Perubahan iklim global.
Industrialisasi kehutanan dan pertanian.
Konservasi Keanekaragaman Hayati
Pemanfaatan sumber daya hayati yang secara terus-terusan secara tidak seimbang dapat mengakibatkan hilangnya habitat, rusaknya ekosistem, dan menipisnya plasma nutfah. Hal ini dapat dicegah dengan cara :
1.Cagar budaya.
2.Pelestarian
in situ.
3.Pelestarian ex situ.
3.Pelestarian ex situ.
Semua kehidupan itu tidak langsung muncul akan karna opini
tapi karna ada tahap kehidupan yang tuhan ciptakan,
jika ada kata atau penulisan tulisan blog ini mohon kritik
dan saran ,agar saya jadi bangkit dan bangun tuk jadi yang lebih baik.....
Terima kasih telah
mengunjungi blog saya.
sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar